Judul Buku : Tokyo: Falling
Penulis : Sefryana Khairil
Penerbit: GagasMedia
Tebal : 338 Halaman
Tahun Terbit: 2013
Harga: Rp 53.000,-
Di sanalah aku dan kamu bertemu,
tanpa pernah membuat janji lebih dulu.
Tokyo membawa kita
menyelami dua kehidupan berbeda milik Thalia dan Tora, dua orang wartawan dari
Indonesia yang dipertemukan oleh sebuah lensa di Negeri Sakura. Berawal dari
insiden yang merusak lensa Thalia—dengan Tora sebagai tersangka utamanya—mereka
berdua akhinya setuju untuk menjelajah juga meliput Tokyo bersama.
Menyatukan dua orang
yang asing sepenuhnya jelas bukan hal mudah. Mereka harus banyak berkompromi,
saling bertoleransi, hingga akhirnya waktu mengubah setiap sisi hati.
Perjalanan Thalia dan Tora yang diisi dengan canda juga tawa membuahkan sebuah
rasa baru yang tak lagi asing; cinta.
Orang bilang cinta itu sederhana, meski
seringnya tidak sesederhana yang kita kira.
Thalia dan Tora
memiliki cerita cinta masing-masing. Thalia dengan Dean-nya yang supersibuk
namun menawarkan segala hal yang Thalia impikan, sementara Tora dengan Hana-nya
yang tiba-tiba meminta putus setelah lima tahun menjalin hubungan.
Selama kebersamaan
singkat mereka di Tokyo—sepuluh hari tepatnya—Thalia dan Tora berusaha mencari
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mereka berkenaan dengan cinta.
Thalia adalah wanita
mandiri dengan keluarga utuh. Ia mencintai fesyen dan selalu bertindak ceroboh.
Itulah yang pada akhirnya membuat Tora yang selalu hidup dengan mengikuti angin
tanpa ditemani keluarga lengkap, jatuh hati. Tora yang selalu tampil cuek
dengan pakaian khas backpaker juga
rambut yang jarang rapi, merasakan keinginan mendesak untuk melindungi Thalia.
Mereka saling mengisi kekosongan dan pada akhirnya enggan beranjak pergi.
Aku takut kita hanya pesinggah.
Hati kita yang tak utuh menghadirkan rasa terbelah.
Hari demi hari berlari,
sementara hati milik Thalia dan Tora tak ingin berganti. Mereka telah menyadari
bahwa ada sesuatu yang penting terjadi di antara mereka, dan setelah kerelaan
Tora untuk melepas Hana, tak ada lagi hal yang nampak menghalangi. Saat itulah
Dean datang. Ia menawarkan sebuah perwujudan untuk setiap mimpi Thalia;
pernikahan. Dan Tora tidak menawarkan apa pun karena ia memutuskan untuk pergi.
Aku berharap bisa menghindarimu.
Namun, kau selalu ada di tempat yang aku tuju.
Thalia yang bimbang
demi mendengar lamaran Dean, akhirnya menerima pria itu. Ia memikirkan Tora,
karena tentu saja cintanya telah menemukan muara. Hatinya mengukirkan nama
Tora. Namun mengingat kepergian Tora, Thalia memutuskan untuk berhenti
berharap.
Pada bagian-bagian awal, saya merasa ikut
terlibat langsung dalam setiap percakapan mereka. Ditemani suasana kota Tokyo
yang pekat, saya terkesan dengan cara bernarasi Sefryana Khairil yang manis
namun tidak melupakan unsur realistis. Tokoh Tora yang terkesan santai tapi
diam-diam peduli juga membuat saya semakin betah untuk tenggelam lebih dalam di
novel ini.
Namun satu hal benar-benar membuat saya kecewa
adalah keputusan Tora untuk mundur. Ia memilih lari dari pada memperjuangkan
Thalia. Tapi mengingat masa lalu Tora, saya bisa memahaminya. Lagi pula,
bukankah itu masalah yang paling sering dijumpai di kehidupan nyata?
Kepengecutan pihak pria yang menyerah untuk memperjuangkan wanitanya.
Saya tahu pada akhirnya Thalia dan Tora akan
bersama. Hal yang lumrah bukan, memisahkan kedua tokoh utama lalu kembali
menyatukan mereka di akhir halaman? Terlebih lagi saat Thalia memutuskan untuk
membatalkan pernikahannya, saya sudah seratus persen yakin, Thalia akan bersatu
dengan Tora.
Namun sekali lagi, Sefryana Khairil membuat
saya tercengang dengan akhir kisah yang dipilihnya. Memang kedua tokoh utamanya
dipertemukan kembali, tapi mereka masih terlilit oleh setiap kesalahpahaman
juga proses menuju penerimaan. Thalia dan Tora justru berakhir dengan kepergian
Thalia setelah pengungkapan cintanya, sementara Tora hanya mematung di
belakangnya.
Para pembaca tidak diberi sebuah akhir yang
jelas, namun penulisnya menerangkan kesungguhan Tora yang kali ini bertekad akan
memperjuangkan Thalia hingga ujung dunia. Yah meskipun bisa dikatakan happy ending, saya tetap merasa akhir
kisah mereka ini menggantung. Bisa saja Thalia pergi entah ke belahan bumi mana
dan meninggal, kan? Jadi Tora nikahnya sama saya *dikeroyok massa*
Secara keseluruhan, Tokyo berhasil membuat saya
mengobati penyakit malarindu terhadap novel Indonesia yang berkelas tanpa
melupakan kesan manis yang amat romantis. Saya merasa puas telah merelakan
waktu tidur saya semalam suntuk demi menamatkan novel ini. Akhir menggantung
yang dituliskan juga membuat saya semakin kagum. Padahal biasanya, saya paling
benci akhir menggantung. Tapi khusus untuk novel ini, saya justru merasa bisa
mengatakan satu kata ini dengan lantang; sempurna.
Satu kalimat dari Tora yang berhasil
membuat saya tertegun adalah “have you
ever seen something so real, so real until it makes you think that it will
lasts forever?”
Karena jawabannya adalah ya. Saya
pernah melihatnya, memikirkannya, merasakannya, bahkan mengantungkan harapan
saya padanya *curcol*
Dan akhirnya, saya memutuskan untuk
memberi nilai 8 dari 10 untuk novel ini.
Love can rebuild the world, they say, so everything’s
possible when it comes to love (Haruki Murakami)
Sayonaraaa~