Pilihan. Satu kata sedehana yang menentukan
takdir kehidupan dalam berbagai bidang. Bukan hanya untuk manusia, tapi juga
seluruh hal yang eksis di dunia. Pernahkah kalian membayangkannya? Pilihan yang
kita buat, akan mempengaruhi orang lain. Pun begitu sebaliknya. Dan seperti
segala hal di dunia ini, di mana ada aksi pasti ada reaksi. Sama seperti dengan
adanya sebab maka muncul akibat.
Pembicaraan mengenai
pilihan tak memiliki awalan ataupun akhiran. Pilihan yang kita pilih detik ini,
akan membawa kita pada pilihan berikutnya. Maka dapat disimpulkan bahwa kalimat
“hidup ini pilihan” adalah benar adanya, meski tidak sungguh-sungguh tepat,
setidaknya kalimat itu sudah mencangkup banyak definisi dari pilihan.
Inti dari postingan gue
kali ini adalah tentang pilihan ketika kita bertemu seseorang. Yeah, gue sedang
dalam mood cloudy, yang kalau ditiup
angin sedikit saja langsung menyemburkan hujan. Dan rangkaian paragraf ini
adalah buah pemikiran dari kegalauan gue.
Ketika kita bertemu
seseorang, kita mendapat tiga pilihan.
Pertama, kita dapat
mengabaikannya.
Kedua, kita dapat
melihatnya lalu melupakannya.
Ketiga, kita dapat
bertaut padanya. Memberikan perhatian kita, membiarkan kita mengenalnya, hingga
sampai pada kesimpulan untuk menyukainya atau tidak.
Dan gue sudah pernah
memilih ketiga pilihan tersebut. Semuanya memiliki risiko yang sepadan, hanya
tinggal tergantung bagaimana kita memandangnya. Untuk pilihan pertama,
risikonya adalah kita bisa kehilangan satu kesempatan untuk mendapatkan
kebahagiaan. Mungkin saja orang yang kita abaikan di dalam angkutan umum, di
jalan, atau bahkan di warung—tanpa kita lihat sedikit pun—sebenarnya dapat membawa
kebaikan dalam hidup kita.
Sementara untuk pilihan
kedua, kita sudah berani melihatnya, namun kita memilih untuk mengabaikan pada
akhirnya. Kenapa? Ada banyak jawaban. Risikonya? Kita bisa menyesal, karena
kita sudah melewatkan kesempatan baik atau justru bersyukur karena sudah
melewatkan kesempatan buruk. Sekali lagi, tergantung bagaimana kita
memandangnya.
Dan untuk pilihan
ketiga, kita sudah melakukan hal besar. Kita memberi kesempatan. Bukan hanya
kesempatan untuk mendapat kebaikan, tapi juga keburukan. Misalnya, kita memberi
kesempatan pada diri kita untuk mengenal seseorang. Lalu kita memutuskan bahwa
kita menyukai orang tersebut. Nah, hanya ada dua kemungkinan dari pilihan itu. Kita
akan berakhir bahagia karena orang itu tidak menyia-nyiakan kita atau kita akan
berakhir dengan rasa sakit karena orang itu tidak sesuai harapan kita ketika
memilihnya.
Pada dasarnya tidak
adalah pilihan baik ataupun buruk. Pilihan hanya menyediakan kemungkinan. Kita yang
membuatnya baik dan buruk, karena proses yang kita lalui setelah memilih yang
menentukan akhir dari pilihan awal.
Banyak orang memilih untuk
menyalahkan pilihan awal ketika risiko datang menimpa. Padahal mungkin saja
kitalah yang melakukan kesalahan dalam prosesnya. Kesulitan utama yang dihadapi
manusia ketika memilih adalah tetap berada secara konsisten di jalan
pilihannya.
Karena itu, mungkin hal
terbaik yang bisa kita lakukan untuk menyikapi segala pilihan itu adalah dengan
memilih pilihan yang hati kita yakini. Bukan pilihan mana yang lebih baik,
karena mungkin saja pilihan yang lebih baik itu sebenarnya kurang baik untuk
kita.
Dan satu hal yang gue pegang teguh saat
menjalani pilihan adalah gue harus memanfaatkan segala peluang dan memaafkan
seluruh risikonya. Hanya dengan itu gue nggak akan berkubang dalam penyesalan,
dalam bentuk apa pun.
Hari Kamis yang Mendung, 19-12-13
Dag-dig-dug menunggu rapor
Sambil repeat lagu Words dari Skylar Grey
Tidak ada komentar:
Posting Komentar