Selasa, 21 Januari 2014

Peraturan yang Tidak Tercantum dalam Peraturan, Haruskah Ditaati?

            Dalam posting kali ini gue ingin menyuarakan pertanyaan dalam pikiran gue, dengan menitikberatkan pada persoalan yang sudah terjadi berulang kali dan dilakukan secara turun-temurun di sekolah gue yaitu larangan untuk pulang terlebih dahulu. Ada beberapa siswa, sebut saja kelompok A, yang selalu memblokade pintu gerbang dan memerintahkan siswa lainnya untuk berkumpul di aula sekolah demi kepentingan mereka yang sesungguhnya tidak termasuk dalam peraturan mana pun di sekolah.
            Jujur saja, hal ini membuat gue merasa keberatan dan sangat terganggu.
            Gue tidak mengatakan bahwa mereka salah, gue hanya ingin mengatakan bahwa kami memiliki pola pikir dan prioritas yang berbeda. Setiap manusia pasti berbeda, namun tetap mampu bekerja sama jika dilandasi kerelaan dan ketulusan. Lalu ketika seseorang tidak bersedia untuk bekerja sama, dikarenakan satu dan lain hal, haruskah pihak lainnya itu memaksa? Jika memang memaksa telah dihalalkan dalam kasus ini, untuk apa lagi ada HAM di dunia? Terlebih lagi, apakah pantas seseorang memaksakan kehendak terhadap orang lain di era kemerdekaan berbalut demokrasi ini?
            Gue tahu alasan yang menjadi latar belakang kelompok A mengumpulkan siswa-siswa adalah alasan yang penuh solidaritas dan menjunjung tinggi nilai sosial. Mereka memiliki keinginan untuk ikut berjuang bersama demi mengharumkan nama sekolah. Mereka berkorban demi kepentingan bersama. Namun haruskah mereka melakukan pemaksaan terhadap individu?
            Untuk gue khususnya, gue tidak bisa mengikuti keinginan mereka karena kondisi kehidupan gue yang tidak memungkinkan. Gue memiliki prioritas lain, yang menurut diri gue, jauh lebih berharga dari pada berkumpul di aula sekolah untuk menghapalkan beberapa lagu. Gue memiliki tanggung jawab untuk membalas kebaikan orang-orang yang telah menanggung hidup gue. Jika mereka memang salah satu dari orang itu, maka dengan senang hati gue akan mengikuti keinginan mereka tersebut. Tapi mereka bukan salah satu dari orang yang menanggung hidup gue. Mereka tidak memberi gue uang untuk makan atau biaya sekolah, tidak pula membantu gue untuk masuk ke PTN yang gue tuju.
            Tentu saja, tidak semua hal bisa dinilai dengan uang, gue pun tidak bermaksud menyinggung mereka dalam penyuaraan pikiran gue ini, namun gue hanya ingin memberikan satu contoh yang lebih mudah untuk dipahami.
            Sebenarnya, apa tujuan utama kita untuk pergi ke sekolah? Demi menuntut ilmu, bukan? Tidak untuk mencari teman apalagi bergantung dan menomorsatukan teman. Teman adalah sesuatu yang berharga, namun tetap hanya sebatas untuk menjadi seseorang yang kita kenal dan temui di sekolah.
            Alasan yang melatarbelakangi gue untuk menulis ini adalah karena gue merasa tidak memiliki kewajiban untuk melakukan hal lain diluar peraturan sekolah yang telah gue tanda-tangani. Pasalnya, dalam peraturan sebanyak kira-kira setengah lusin kertas HVS itu, tidak tercantumkan keharusan gue untuk ikut berkumpul di aula sekolah menjadi suporter dalam pertandingan atau perlombaan apa pun. Inilah yang membuat gue berani untuk mengungkapkan pikiran, karena gue merasa berhak untuk memilih pulang dibanding dengan berkumpul di aula.  
            Persoalan ini hanyalah kasus sederhana yang seharusnya tidak perlu diperdebatkan, apalagi di detik-detik terakhir menjelang Ujian Nasional. Pada intinya kami hanya memiliki prioritas berbeda dan kami tidak mau mengalah. Kelompok A ingin agar gue tetap di sekolah untuk mendukung agenda kegiatan mereka, sementara gue ingin pulang untuk belajar dan beristirahat. Sungguh sederhana, bukan?
Hal semacam ini seharusnya tidak lagi menjadi permasalahan orang-orang yang telah memiliki Kartu Tanda Penduduk yang mana menunjukkan kedewasaan. Namun sekali lagi, teori bahwa kedewasaan tidak ditentukan oleh umur terbukti benar. Karena kami, orang-orang yang telah berusia tujuh belas tahun atau lebih ini tetap tidak bisa menghargai pendapat masing-masing dan saling memaksakan kehendak.
            Gue hanya bisa berharap bahwa kedepannya mereka akan lebih memahami makna sesungguhnya dari Hak Asasi Manusia dan prioritas individual, agar kami tidak perlu lagi berselisih paham dan saling mengejek di depan gerbang. Gue juga mendoakan agar kegiatan apa pun yang mereka lakukan akan berjalan lancar dan membawa berkah juga kebaikan untuk bersama. Amin.
            Memang benar manusia yang mengetahui keinginannya lalu memperjuangkannya adalah manusia yang berharga, namun manusia akan menjadi lebih berharga ketika tahu bagaimana caranya untuk menghormati hak dan pilihan manusia lainnya.

Hari Terakhir Try Out Ke-III, 22-01-14
Setelah sampai dengan selamat di kamar
Ditemani lagu Playing God dari Paramore

Tidak ada komentar:

Posting Komentar