Kamis, 19 Desember 2013

Pilihan untuk Pilihan

Pilihan. Satu kata sedehana yang menentukan takdir kehidupan dalam berbagai bidang. Bukan hanya untuk manusia, tapi juga seluruh hal yang eksis di dunia. Pernahkah kalian membayangkannya? Pilihan yang kita buat, akan mempengaruhi orang lain. Pun begitu sebaliknya. Dan seperti segala hal di dunia ini, di mana ada aksi pasti ada reaksi. Sama seperti dengan adanya sebab maka muncul akibat.
            Pembicaraan mengenai pilihan tak memiliki awalan ataupun akhiran. Pilihan yang kita pilih detik ini, akan membawa kita pada pilihan berikutnya. Maka dapat disimpulkan bahwa kalimat “hidup ini pilihan” adalah benar adanya, meski tidak sungguh-sungguh tepat, setidaknya kalimat itu sudah mencangkup banyak definisi dari pilihan.
            Inti dari postingan gue kali ini adalah tentang pilihan ketika kita bertemu seseorang. Yeah, gue sedang dalam mood cloudy, yang kalau ditiup angin sedikit saja langsung menyemburkan hujan. Dan rangkaian paragraf ini adalah buah pemikiran dari kegalauan gue.
            Ketika kita bertemu seseorang, kita mendapat tiga pilihan.
            Pertama, kita dapat mengabaikannya.
            Kedua, kita dapat melihatnya lalu melupakannya.
            Ketiga, kita dapat bertaut padanya. Memberikan perhatian kita, membiarkan kita mengenalnya, hingga sampai pada kesimpulan untuk menyukainya atau tidak.
            Dan gue sudah pernah memilih ketiga pilihan tersebut. Semuanya memiliki risiko yang sepadan, hanya tinggal tergantung bagaimana kita memandangnya. Untuk pilihan pertama, risikonya adalah kita bisa kehilangan satu kesempatan untuk mendapatkan kebahagiaan. Mungkin saja orang yang kita abaikan di dalam angkutan umum, di jalan, atau bahkan di warung—tanpa kita lihat sedikit pun—sebenarnya dapat membawa kebaikan dalam hidup kita.
            Sementara untuk pilihan kedua, kita sudah berani melihatnya, namun kita memilih untuk mengabaikan pada akhirnya. Kenapa? Ada banyak jawaban. Risikonya? Kita bisa menyesal, karena kita sudah melewatkan kesempatan baik atau justru bersyukur karena sudah melewatkan kesempatan buruk. Sekali lagi, tergantung bagaimana kita memandangnya.
            Dan untuk pilihan ketiga, kita sudah melakukan hal besar. Kita memberi kesempatan. Bukan hanya kesempatan untuk mendapat kebaikan, tapi juga keburukan. Misalnya, kita memberi kesempatan pada diri kita untuk mengenal seseorang. Lalu kita memutuskan bahwa kita menyukai orang tersebut. Nah, hanya ada dua kemungkinan dari pilihan itu. Kita akan berakhir bahagia karena orang itu tidak menyia-nyiakan kita atau kita akan berakhir dengan rasa sakit karena orang itu tidak sesuai harapan kita ketika memilihnya.
            Pada dasarnya tidak adalah pilihan baik ataupun buruk. Pilihan hanya menyediakan kemungkinan. Kita yang membuatnya baik dan buruk, karena proses yang kita lalui setelah memilih yang menentukan akhir dari pilihan awal.
            Banyak orang memilih untuk menyalahkan pilihan awal ketika risiko datang menimpa. Padahal mungkin saja kitalah yang melakukan kesalahan dalam prosesnya. Kesulitan utama yang dihadapi manusia ketika memilih adalah tetap berada secara konsisten di jalan pilihannya.
            Karena itu, mungkin hal terbaik yang bisa kita lakukan untuk menyikapi segala pilihan itu adalah dengan memilih pilihan yang hati kita yakini. Bukan pilihan mana yang lebih baik, karena mungkin saja pilihan yang lebih baik itu sebenarnya kurang baik untuk kita.
Dan satu hal yang gue pegang teguh saat menjalani pilihan adalah gue harus memanfaatkan segala peluang dan memaafkan seluruh risikonya. Hanya dengan itu gue nggak akan berkubang dalam penyesalan, dalam bentuk apa pun.

Hari Kamis yang Mendung, 19-12-13
Dag-dig-dug menunggu rapor

Sambil repeat lagu Words dari Skylar Grey


Tidak ada komentar:

Posting Komentar